Makam Imam Syafi’i di Basyattin Cairo, MESIR

Kunjungan ke makam Imam besar Syafi’i kala itu berlangsung di hari pertama kedatangan kami di kota Cairo. Sepanjang perjalanan menuju makam Imam besar tersebut, pemandangan kota Cairo tak luput dari perhatian. Suhu udara berkisar antar 23 – 25 derajat di siang itu namun matahari bersinar terik. Jalan yang macet (kurang lebih Jakarta ya), pekuburan kuno di pinggir jalan utama yang ternyata ditinggali penduduk karena kemiskinan, keledai-keledai yang digunakan sebagai penarik kereta barang dan masjid-masjid tua yang terjaga hingga kini.
DSC02818 editDSC02819 edit Tiba di makam, hari sudah hampir Azhar dan kami bergegas masuk menuju makam yang terlihat kurang terawat baik. Disamping faktor usia bangunan yang sudah sangat tua, lingkungan dimana makam dan masjid berada terletak di tengah-tengah pemukiman yang penuh sesak.
Imam Syafi’i atau Abdullah Muhammad bin Idris asy-Syafi’i adalah seorang mufti besar Islam yang juga pendiri mazhab Syafi’i. Imam ini tergolong kerabat dari rasulullah ( keturunan dari al-Muththalib, saudara dari Hasyim, kakek Rasulullah). Lahir di Gaza, Palestina di tahun 150 H / 767 M.
Beliau dilahirkan dalam keadaan Yatim dan kurang berada namun dalam keadaannya tersebut, beliau makin giat menuntut ilmu dan hafal keseluruhan isi Al-Quran. Kekuatan hafalan beliau sangat mengagumkan karena apapun kitab yang dibacanya dapat segera dihafalkan dengan mudah. Selain itu, beliau juga memiliki kemampuan berbahasa yang sangat indah. Kemampuan beliau dalam menggubah syair dan ketinggian mutu bahasanya mendapat pengakuan dan penghargaan yang sangat tinggi oleh orang-orang alim yang sejaman dengan beliau.
Imam Syafi’i setelah lama berdiam di Makkah, hijrah ke Madinah lalu ke Iraq dan terakhir di Mesir untuk menyalurkan keilmuan yang beliau miliki. Ketika di Mesir ini pula Imam Syafi’i banyak menulis kitab yang berisi madzhab beliau. Di antara kitabnya adalah Al-Umm, Imla’ al-Shaghir, Jizyah, Ar-Risalah dan lain sebagainya.
Beliau wafat pada bulan Rajab tahun 204 H setelah mengalami sakit selama beberapa waktu.
Selepas menziarahi makam Imam Syafi’i, kami berkeinginan untuk menunaikan ibadah sholat Azhar di masjid yang terletak di samping makam Imam. Ketika alas kaki sudah kami lepaskan, Ahmed nampak bersitegang dengan lelaki tua yang mungkin penjaga masjid.
Beberapa pengemis wanita tua berbaju hitam-hitam nampak berseliweran diantara kami. Mereka nampak sangat memelas namun Ahmed mengingatkan dengan isyarat tangannya untuk tidak memberikan apapun kepada mereka. Kami bertanya tanya dalam hati namun menyimpannya sementara. Tampak raut wajah kecewa diantara mereka dan sebagian melemparkan kode tangan (yang belakangan diketahui bahwa artinya kita pelit ;) ).
Ahmed masih terlibat dialog yang cukup alot dengan penjaga masjid. Dari gerakan tangan dan mimik wajahnya terlihat ada sesuatu yang mengkhawatirkan. Ia dan beberapa orang yang bersamanya kemudian membawa kembali sepatu yang sudah terlanjur dilepaskan dari kaki dan dijinjing untuk disimpan di rak-rak alat kaki depan pintu masjid.
Ternyata, Ahmed diingatkan untuk tidak membawa rombongan sholat di masjid itu karena beberapa waktu sebelumnya, sejumlah wisatawan yang melakukan sholat disana telah kehilangan seluruh alas kaki mereka. Padahal, sebelumnya kami menyangka bahwa mereka tidak mengijinkan kami sholat karena kami tidak memberikan sedekah kepada mereka. Ya bisa saja Ahmed menutupi percakapan yang sebenarnya wallahu alam, karena saat penjaga masjid itu berbicara kepada Ahmed, para pengemis itu terlihat ikut menyelutuk dan sedikit berbicara keras cenderung memaki kepada Ahmed. Mungkin mereka marah karena Ahmed memprovokasi kami untuk tidak memberikan uang kepada mereka.
Di dalam bis, mulailah Ahmed bercerita bahwa ia mengingatkan agar tidak memperdulikan pengemis-pengemis tersebut karena ternyata mereka hanyalah orang-orang malas yang memanfaatkan wisatawan. Sebenarnya kata Ahmed, mereka memiliki rumah yang besar dan bagus bahkan diatas rata-rata. Ohh begitu ? Ya sama saja seperti pengemis di Indonesia.
 Dan di sepanjang jalan dari arah makam Imam Syafi’i, terlihat pemukiman warga yang nampak kurang teratur. Di jalan yang sempit dan padat, saya sempat memperhatikan sisi sebelah kiri kanan jalan yang dipenuhi aktifitas warganya. Anak-anak kecil berwajah ganteng yang lucu dengan baju yang lusuh, ibu-ibu yang sibuk memberi makan kambing diantara kardus-kardus bekas, dan beberapa orang yang nampak duduk termenung dengan pandangan hampa menatap ke jalan. Sebagian potret dari masyarakat Cairo majemuk.  
 ( sumber )
 ====================================
Admin ketika berziarah kemakam Imam Syafi'i : Awal Agustus 2008 


LANJUTKAN 

Tidak ada komentar: