Metode Suzuki – yang disebut juga TALENT EDUCATION (pendidikan bakat) –
adalah metode dengan pendekatan ”pembelajaran bahasa ibu”. Metode ini meyakini
adalah bakat sesungguhnya bisa ’diciptakan’ dari proses pembelajaran. Didasari
oleh pengamatan akan bagaimana proses seorang anak belajar ”bahasa ibu” nya,
Suzuki mengaplikasikannya dalam mengajar musik.
Seorang anak belajar bahasa sejak dari kandungan ibunya. SEMUA orang
tidak akan merasa susah atau membenci bahasa ibunya sendiri. Tidak pernah ada
orang yang menyerah untuk belajar bahasa di tengah jalan. Tidak juga ada yang
berpikir bahwa itu sesuatu yang mustahil. Semua berjalan alami, tanpa pernah
ada yang menyadari, bahwa proses sampai anak menguasai berjuta-juta kosakata,
mampu berbicara, lalu bercerita, lalu berpidato dan seterusnya adalah proses
yang panjang.
Demikian pula yang seharusnya terjadi ketika anak belajar musik.
Pembiasaan sedini mungkin, latihan terus menerus sampai menjadi suatu
kebiasaan, dan kesabaran dalam menanti hasil belajar adalah syarat utama yang
harus dimiliki siswa dan orang tua yang menggunakan metode Suzuki.
Suzuki percaya, SETIAP manusia lahir
dengan potensi yang tinggi. Mereka punya hak untuk berkembang dengan maksimal.
Lingkunganlah yang akan membentuk pribadi seorang anak. Jika lingkungan belajar
(hal apapun juga) difasilitasi seperti anak belajar bahasa, niscaya anak dapat
belajar dengan baik. Apa saja itu?
Mari kita bayangkan ketika kita akan mengajari anak bayi berbicara. Bayi
perlu MENDENGAR kosakata dan dialek dari orang-orang di sekitarnya. Ketika dia
mulai siap, dia akan MENIRUKAN sedikit atau sebagian dari kata-kata itu. Belum
sempurna –memang-, dia harus mencoba BERULANG-ULANG sampai dia dapat
menyampaikan kata/kalimat dengan benar. Sambil si bayi terus MENAMBAH keahlian
baru, orang tuanya harus segera MENYEMPURNAKAN setiap kesalahan yang
mungkin dia buat.
Nah, demikianlah metode Suzuki mengajar anak bermain musik. Dari banyak
mendengar (atau melihat) musik (yang baik), anak dilatih untuk dapat bermain
dari apa yang ia dengar. Proses ini harus dilakukan berulang-ulang sampai anak
dapat memainkan suatu lagu/bunyi dengan baik. Setelah itu, ia akan menambah dan
menyempurnakan permainannya hingga ia semakin mahir memainkan alat musik.
Metode ini dapat diaplikasikan pada anak-anak
mulai dari 3 tahun. Bahan belajar untuk metode ini telah disusun secara
sistematis. Pada awalnya mungkin tampak lambat, namun dasar yang dibentuk
sungguh merupakan fondasi yang kuat untuk jenjang berikutnya. Dengan metode
Suzuki SEMUA ANAK PASTI BISA bermain musik dengan baik!!!
Saya kemudian teringat kutipan menarik
dari tulisan Yohanes Surya, pakar fisika yang sukses sebagai pendidik yang
mencetak para juara olimpiade bagi Indonesia di Jawa Pos Kamis, 7 Januari 2010,
“Dengan metode yang tepat, anak kita hebat-hebat!” Daripada kita terburu-buru
memberi label seorang anak ‘pintar’ dan ‘bodoh’, mungkin kita perlu mereview
kembali cara belajar selama ini. Seringkali, kalau kita mau jujur, bukan anaknya
yang tidak bisa, melainkan metode, atau cara belajarnya yang kurang tepat,
sehingga hasilnya tidak maksimal.
Metode Suzuki mungkin bisa menjadi jawaban dari kerinduan orang-orang
yang menginginkan pendidikan yang lebih baik untuk anak-anaknya. Pada awalnya,
penggunaan metode ini adalah untuk mengajar musik Biola. Namun kini, metode ini
sudah banyak diaplikasikan di banyak instrument musik lainnya seperti Piano,
Cello, Flute, Gitar, dll. Filosofi yang terkandung di dalamnya, tidak hanya
berguna untuk belajar musik, namun juga mengingatkan kita tentang bagaimana
menjadi orang tua yang lebih baik. Banyak segi positif yang ditularkan oleh
seorang Suzuki. Jika dirangkum, semuanya kembali kepada hakekat manusia yang
membutuhkan CINTA.
Suzuki pernah berkata :
”Kamu HANYA perlu berlatih (musik) di hari dimana
engkau perlu makan. Jika ada hari dimana kamu tidak makan, kamu boleh tidak
berlatih (musik).”
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar