Intisari-Online.com – Seorang pria yang sangat kaya itu suatu hari sangat bingung karena seluruh hidupnya ia hanya mencoba untuk menjadi kaya, kaya, dan kaya, dan akhirnya ia berhasil. Ia menjadi kaya, ia menjadi orang terkaya di dunia, tapi ia merasa tidak ada kebahagiaan. Pria itu pernah berpikir bahwa setelah kaya, maka kebahagiaan akan dicapai. Pria itu sangat frustasi. Itulah nasib semua orang sukses. Maka ia mulai berkeliling meminta orang bijak yang bisa membantunya untuk mencapai kebahagiaan.
Seseorang menyarankannya untuk mendatangi seorang Sufi. Maka pria itu pun pergi ke seorang Sufi dengan kudanya yang indah. Ia membawa tas besar penuh berlian, batu yang paling berharga di dunia. Ia pun mengatakan kepada Sufi itu, “Aku punya semua berlian ini, tapi tidak setetes kebahagiaan pun. Bagaimana aku bisa mendapatkan kebahagiaan itu? Dapatkah Anda membantuku?”
Sufi itu melompat, hingga orang kaya itu tidak bisa mempercayai matanya, merenggut tas dari pria kaya itu dan lari. Pria kaya itu mengikutinya sambil menangis, dan berteriak “Saya dirampok! Saya ditipu! Orang ini bukanlah Sufi! Orang itu pencuri! Tangkap dia!”
Tapi di kampung itu, Sufi itu terkenal dan semua orang mengenalnya, sehingga mengelak membantu pria kaya itu. Justru kerumunan orang malahan mengikuti ke mana pria kaya itu melangkah.
Akhirnya mereka kembali ke pohon yang sama, di mana Sufi itu telah duduk dan pria kaya itu pun telah menemukannya. Sufi itu duduk lagi di bawah pohon bersama tas pria kaya itu. Ketika pria kaya itu datang, Sufi itu segera memberikan tas itu kepadanya. Pria kaya itu memegang tasnya begitu erat dan berkata, “Saya sangat bahagia. Saya sangat senang bahwa saya telah menemukan harta karun saya yang hilang!”
Sufi itu pun berkata, “Apakah Anda merasakan sedikit kebahagiaan? Kecuali Anda kehilangan itu, Anda tidak bisa merasakannya. Saya telah membuat Anda merasakannya. Ini adalah cara untuk mencicipi kebahagiaan. Kehilangan sesuatu.”
Jika kita bisa menghilangkan ego kita, kita akan mendapatkan diri kita, apa yang disebut Budha no-self. Ia menyebutnya no-self karena alasan sederhana bahwa itu bukan ego lama kita lagi. Ia tidak memiliki bayangan ego sama sekali, maka ia menyebutnya no-self. Menghilangkan ego dan mendapatkan diri atau no-self, dan tiba-tiba kita menjadi dewasa. Kehilangan pikiran dan mendapatkan kesadaran dan kita menjadi dewasa.
Kematangan hidup di masa sekarang, sepenuhnya waspada, dan menyadari semua keindahan serta kemegahan eksistensi. Dan menjadi dewasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar