DIHADAPAN ALLAH STATUS DAN POPULARITAS TAK LAGI
BERARTI
1. Kehancuran "Topeng"
Duniawi
Dunia menilai kita dari apa yang tampak: rumah yang
megah, pakaian bermerek, atau seberapa sering nama kita disebut orang lain.
Namun, Allah melihat ke balik itu semua. Status dan popularitas hanyalah
"atribut pinjaman" yang akan kita kembalikan saat nafas terakhir. Di
hadapan-Nya, kita berdiri sebagai jiwa yang telanjang, tanpa ajudan, tanpa
penggemar, dan tanpa label jabatan.
2. Standar Penilaian yang Berbeda
Dalam pandangan manusia, seseorang yang populer
dianggap mulia. Namun dalam pandangan Allah, standar kemuliaan hanyalah ketakwaan.
Allah tidak melihat seberapa tinggi panggung tempat kita berdiri, melainkan
seberapa rendah sujud kita di hadapan-Nya.
"Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa
dan harta benda kalian, tetapi Dia melihat kepada hati dan amal perbuatan
kalian." (HR. Muslim)
3. Pembebasan dari Lelahnya
Pencitraan
Menyadari bahwa status tidak berarti di mata Tuhan
sebenarnya adalah sebuah kemerdekaan. Kita tidak perlu lagi lelah
mengejar validasi manusia yang seringkali palsu dan berubah-ubah. Ketika kita
hanya peduli pada "status" kita di langit, maka hiruk-pikuk pujian di
bumi tak lagi membuat kita tinggi hati, dan cemoohan orang tak lagi membuat
kita rendah diri.
4. Pulang ke Titik Nol
Ingatlah bahwa kita semua datang dari tanah yang
sama dan akan kembali ke tanah yang sama. Raja dan rakyat jelata akan dibungkus
dengan kain kafan yang serupa. Keheningan di dalam kubur tidak akan bertanya
tentang berapa banyak penghargaan yang kita raih, melainkan tentang cinta dan
pengabdian yang tulus.
5. Keheningan di
Balik Gemuruh Tepuk Tangan
Popularitas seringkali
menciptakan kebisingan yang menipu, membuat kita merasa "besar".
Namun, di hadapan Allah, seluruh keriuhan dunia itu hanyalah sunyi. Keikhlasan
tidak membutuhkan saksi selain Dia. Pangkat tertinggi yang bisa dicapai manusia
bukanlah menjadi "pemimpin manusia", melainkan menjadi "hamba yang dicintai".
Di sana, jabatan tidak bisa membeli ampunan, dan jumlah pengikut tidak bisa
menjamin syafaat.
6.
Kekayaan Hati sebagai Mata Uang Langit
Jika di dunia kita
bertransaksi dengan materi dan reputasi, maka di hadapan Allah, mata uang yang
berlaku adalah ketulusan (ikhlas).
Seringkali, seseorang yang dianggap remeh oleh penduduk bumi—yang namanya tak
pernah tercatat di berita—justru memiliki kedudukan yang sangat tinggi di sisi
Allah karena hatinya yang bening. Allah tidak menghitung berapa banyak tangan
yang menyalami kita, tapi berapa banyak tangan yang kita bantu secara
sembunyi-sembunyi.
7.
Kepulangan yang Adil
Ketidakhadiran nilai status
di hadapan Allah adalah bentuk keadilan yang paling hakiki. Jika kemuliaan
diukur dari harta atau popularitas, maka orang miskin dan mereka yang terasing
akan selamanya merugi. Namun, Tuhan membuka pintu-Nya lebar-lebar bagi siapa
saja, tanpa memandang kasta sosial. Ini adalah pengingat bahwa titik berangkat kita mungkin
berbeda, tapi titik akhir kita dinilai dari kesungguhan usaha (proses), bukan
hasil duniawi.
8.
Popularitas di Langit vs Popularitas di Bumi
Ada sebuah fenomena spiritual
di mana seseorang mungkin tidak dikenal di media sosial atau surat kabar (asing
di bumi), namun namanya sangat populer dan dibicarakan oleh para malaikat
(terkenal di langit). Hal ini terjadi karena setiap helai nafas dan tindakannya
selalu tertuju pada Ridha Ilahi, bukan pada kekaguman manusia. Popularitas di
bumi bersifat fana; popularitas di langit bersifat abadi.
Jadilah "asing"
di bumi namun "terkenal" di langit. Biarlah nama kita tidak dikenal
penduduk dunia, asalkan malaikat-malaikat di langit sering membisikkan nama
kita di hadapan Allah karena kebaikan yang kita lakukan dalam sunyi.
"Di hadapan-Nya, kita hanyalah sebutir
debu yang rindu akan pelukan Rahmat-Nya. Tak ada mahkota yang lebih tinggi
daripada kening yang menyentuh bumi dalam sujud yang paling jujur."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar